LANGKAH CERDAS MENGHENTIKAN TANGIS ANAK

“Huaaaaa….! Pokoknya aku mau mainan ituuuu…!!” Reza (3 tahun) tampak menangis berguling-guling sambil menunjuk-nunjuk sebuah mobil-mobilan yang ada di etalase toko. Sementara itu, sang ibu tampak cemas sekaligus kesal karena tidak bisa menghentikan tangis Reza yang semakin keras. 

“Reza bisa diam nggak sih?! Malu tuh dilihatin orang banyak!”

Pernahkah Anda mengalami kejadian serupa bersama si kecil Anda, Moms? Anda merasa kesulitan menghentikan tangis putra atau putri Anda saat mereka sedang menginginkan sesuatu, sementara Anda merasa “berat” atau tidak dapat memenuhi apa yang mereka inginkan?

Ya, hampir sebagian besar orangtua merasa kesulitan untuk menghentikan tangis anaknya, terlebih saat mereka benar-benar menginginkan sesuatu atau merasa frustrasi karena tidak bisa melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Ada yang karena tidak bisa melepas bajunya sendiri, ada yang karena menginginkan mainan atau es krim, ada yang karena memang pada dasarnya suka merengek-rengek, dan lain sebagainya. Namun, apapun pemicu anak menangis, selalu ada solusi dan langkah cerdas untuk menghentikan tangis mereka tanpa kemarahan. 

1. Minta anak untuk menggunakan kata-kata, bukan tangisan

Ketika anak-anak sudah mulai bisa berkata-kata, maka ajarilah mereka untuk meminta segala sesuatunya dengan “bilang yang baik”. Seperti misalnya, saat mereka tidak bisa mengambil mainan di tempat yang sulit dijangkau, ajarkan mereka untuk tidak langsung menangis. Misalnya, “Mbak Fafa mau apa? Coba bilang yang baik sama bunda. Bilang, ‘Bunda, mbak Fafa mau ambil boneka yang itu, tolong ya, Bunda,”. Selain Anda mengajarkannya untuk tidak mudah merengek-rengek, Anda pun perlu menanamkan sopan santun untuk selalu mengatakan “tolong” saat meminta sesuatu. Kemudian, jika si kecil sudah melakukan apa yang Anda minta, maka pujilah ia karena telah menggunakan kata-kata yang baik pada Anda.

Umumnya, di usia 1 tahun ke atas anak-anak mulai bisa mengucapkan beberapa kata meskipun belum terlalu jelas. Tidak mengapa, karena itu adalah sesuatu yang wajar. Sampai umur 6 tahun anak-anak masih mengeksplorasi kemampuan mereka untuk berbahasa. Namun, latihlah terus anak untuk mengucapkan kata-kata dengan benar. Anak-anak itu selalu siap untuk mempelajari segala sesuatunya dari kita, orangtuanya. Namun mereka membutuhkan bantuan dan kesabaran dari kita untuk bisa membentuk pribadi mereka yang baik.

2. Dengarkan apa yang mereka katakan, lalu buat keputusan bijak

Sering kali kita sebagai orangtua tidak sadar atau lupa atau berpura-pura tidak tahu atau bahkan tak peduli ketika anak mencoba mengatakan apa yang mereka inginkan dengan baik dan sopan pada mulanya. Dan karena kita tidak “mendengarkan” mereka itulah, akhirnya mereka menjadikan senjata teriakan dan tangis untuk membuat kita “mendengarkan” mereka. Dan jika akhirnya kita menuruti tangisan mereka, maka mereka pun belajar bahwa keinginan mereka hanya akan bisa tercapai jika mereka menangis dan menjerit.

Maka mulai sekarang, cobalah untuk lebih mendengarkan anak. Dalam artian, tidak selalu harus menuruti apa yang mereka inginkan. Ingat, mendengarkan dengan menuruti itu berbeda lho. Mendengarkan mereka berarti kita memberikan perhatian yang mereka butuhkan, bukan yang mereka inginkan.

Misalnya, ketika anak meminta Anda untuk menemani mereka bermain sementara Anda masih sibuk dengan urusan dapur. Langkah yang tepat adalah dengan memuji sikap sopan mereka karena telah mengatakan keinginannya dengan baik. Misalnya, “Mbak Fafa, bunda seneng deh mbak Fafa bilang yang baik sama bunda. Tapi, bunda kan lagi cuci piring nih, mau nggak tunggu bunda sebentar? Setelah itu, kita main sama-sama. Gimana, mau?”. Atau jika anak sedang tidak bisa bersabar, ajaklah anak untuk terlibat dengan aktivitas Anda. Seperti misalnya dalam kasus di atas, minta anak untuk memasukkan mangkok dan gelas plastik miliknya ke rak piring, atau mengambil plastik sampah, dll.

Jika Anda tidak sedang dalam keadaan yang sangat sibuk, tidak ada salahnya untuk menuruti harapan anak untuk main bersama. Namun, agar si kecil pun tahu bahwa Anda memiliki tugas yang harus diselesaikan, gunakanlah alarm sebagai penanda untuk mengakhiri waktu Anda bermain bersamanya. Misalnya, “Wah, mbak Fafa, bunda sudah selesai dulu mainnya ya…Itu jamnya sudah bunyi. Nanti kita main lagi ya kalau bunda sudah selesai bekerja,”. Dengan demikian, kita tidak hanya bisa menyelesaikan pekerjaan kita tanpa “gangguan tangis” dan bisa sekaligus mengajak anak bermain bersama.

3. Trik “gelas air mata”

Kadang-kadang, bila saya sedang merasa takut terbawa emosi saat Alifa menangis, saya akan mengambil sebuah gelas dan menaruh gelas tadi di pipi Alifa yang sedang menangis. Saya katakan, “Ayo nangis dulu, ini gelasnya diisi biar penuh. Nanti kalau sudah penuh, diminum ya…bunda pingin tau nangis itu enak atau enggak sih,”. Biasanya, Alifa akan langsung diam dan tampak agak malu karena sudah menangis. “Nangisnya engga enak, Bunda,” jawabnya sambil mengembalikan gelas tersebut pada saya. Trik ini juga banyak dipraktekkan oleh orangtua, dan rupanya cukup berhasil.

Tujuan dari trik ini sebenarnya bukan ancaman ya, selama kita membahasakannya pun dengan santai. Melainkan untuk menunjukkan pada anak bahwa tangisannya tidak akan membawa pengaruh apapun pada Anda, tapi justru tidak enak karena rasa airmata itu asin. Minimal, tangis anak akan berhenti karena rasa penasarannya atas apa yang Anda lakukan padanya.

4. Alihkan perhatian dengan sesuatu yang seru, tapi jangan bohongi anak

Salah satu langkah yang paling populer untuk menghentikan tangisan anak adalah dengan mengalihkan perhatiannya. Misalnya, saat anak menangis, ibu biasanya langsung merespon dengan, “eh, lihat ada cicak!” atau “eh, lihat tu ada pesawat!”. Hal tersebut sebenarnya sah-sah saja, kok, selama benar-benar ada cicak atau pesawat atau benda lain untuk pengalihan perhatian saat kita menunjukkannya pada anak. Namun, bila tidak benar-benar ada, atau Anda mengucapkan kalimat untuk bohong, tentulah itu tak bisa dibenarkan.

Coba cara lain, dengan menggunakan pulpen/spidol dan kertas kemudian menggambarkan sesuatu yang diminatinya, misalnya. Atau mintalah anak untuk menggambar apa yang ia sukai.

Strategi pengalihan perhatian adalah strategi yang sebenarnya paling efektif dan kuat, selama kita mampu “membaca” minat terbesar anak. Dengan pengalihan ini, kita dapat menjaga anak untuk tidak terbiasa menangis atau merengek-rengek. Jika perlu, selalu sediakan kertas dan spidol dalam tas Anda, atau buku mewarnai, atau installkan game edukasi di ponsel Anda untuk aktivitas yang dapat menyibukkannya saat bepergian bersama Anda. Dengan demikian, anak pun juga belajar menata emosinya sejak dini.

5. Metode “Time Out”

Ketika anak-anak berusaha untuk membuat Anda takluk pada apa yang mereka inginkan dengan cara menangis, menjerit, tantrum, dan lain sebagainya, Anda tentu akan ikut merasa frustrasi dan jengkel. Nah, daripada Anda membuang energi yang sia-sia untuk marah, lebih baik berikan jeda antara Anda dan anak Anda sejenak dengan metode “sudut diam” atau “time out”.

Misalnya, suatu ketika Alifa begitu sulit untuk menurut dan terus saja merengek. Maka, saya memintanya duduk di sebuah kursi kecil di sudut kamar, dan mengatakan padanya, “Oke, mbak Fafa sekarang duduk disini sampai tidak menangis lagi. Kalau mbak Fafa sudah bisa diam dan bisa bilang yang baik sama bunda, mbak Fafa boleh cari bunda di ruang kerja,”. Cukup 2 menit untuk menunggunya menenangkan diri dan menghentikan tangisannya. Atau terkadang, dalam keadaan yang demikian, saya biasanya hanya akan menatap Alifa dengan tegas, kemudian masuk ke ruangan kerja saya tanpa mengajaknya bicara. Ketika ia mendekat, baru saya katakan, “Mbak Fafa boleh dekat bunda jika mbak Fafa bisa bilang yang baik,”.

Namun, sekali lagi, Moms…

Menghadapi anak yang menangis dan merengek itu membutuhkan ketahanan diri yang kuat untuk tidak mudah terbawa emosi. Tidak bisa dipungkiri, terkadang kita hanyut pada emosi karena rasa lelah dan beban pekerjaan yang menumpuk. Tapi, tidak ada kata terlambat untuk sama-sama belajar. Jika kita inginkan anak kita baik, maka kitalah orang pertama yang harus memberi contoh yang baik padanya.

 

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.