AKU INGIN ANAKKU MENDENGAR DAN MEMANGGILKU "IBU"…

Menjadi seorang ibu adalah dambaan setiap wanita yang sudah menikah. Begitupun aku. Betapa bahagianya aku saat aku mengetahui diriku hamil, mengandung anakku. Bahagia itu tak terlukis dengan kata-kata. Banyak wanita yang harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa hamil dan memiliki anak. Tapi, Allah memberikan kemudahan padaku untuk bisa mengandung tidak lama setelah pernikahanku.

Selama kehamilanku, aku merasa biasa saja. Tidak ada keluhan, kecuali pada saat aku jatuh sakit saat aku hamil 5 bulan. Saat itu aku panas tinggi selama 3 hari lebih, tapi kemudian berangsur sembuh dan aku tidak merasakan keluhan apa-apa lagi hingga tiba masa persalinanku.

Dan kemudian, ujianku pun dimulai…

Bayiku lahir dengan normal, dengan berat 3,6 kg. Saat itu, bayiku layaknya bayi yang baru lahir pada umumnya. Sehat, normal, dan ia menyusu dengan kuat. Saat itu sebelah matanya belum mau membuka, tapi, kata dokter ia baik-baik saja. Aku pun menimang anakku dengan bahagia yang sungguh tak terlukis. Anakku lelaki, kunamakan ia Suryo, berarti matahari. Aku ingin ia menjadi matahari untukku, untuk orang-orang yang ada di sekelilingnya. Harapanku yang terbesar, penerus cita-citaku dan pendongkrak nama baik keluarga. Aku mencintainya, sangat.

Tapi tiba-tiba, saat usianya 2 minggu, Suryo mengalami sesak nafas karena tersedak ASI. Badannya panas tinggi. Saat itu aku panik dan segera membawanya ke bidan tempat aku melahirkannya. Namun, bidan merujuk Suryo agar dibawa ke rumah sakit terdekat di kota kabupaten karena kondisinya cukup parah.

Saat itu yang kupikirkan adalah aku ingin anakku selamat dan mendapatkan pertolongan terbaik dari para dokter. Tidak peduli apakah aku harus bersusah-susah mengurus surat-surat Jamkesda (JKPM saat itu namanya) untuk mendapatkan keringanan biaya. Yang kumau anakku harus sembuh.

Di rumah sakit, kondisi Suryo memburuk. Dokter meletakkannya dalam inkubator, dan aku harus selalu memeras ASI-ku untuk diberikan melalui selang. Sehari, dua hari, tiga hari…kondisi Suryo tidak ada perubahan. Dokter menyarankan tes ini itu untuk memastikan kondisinya. Tapi, tidak ada diagnosa yang pasti. Saat itu aku benar-benar memasrahkan semuanya kepada para dokter. Banyak pikiran terlintas di benakku, tapi aku tidak berani menanyakannya. Ah, dokter pasti tahu apa yang baik untuk anakku…

Namun, kesabaran itu akhirnya tak bisa kutahan lagi. Sudah 1 bulan Suryo di rumah sakit daerah tersebut dan tidak ada perubahan sama sekali. Justru tubuhnya semakin mengecil, kulit-kulitnya mengerut, dan dokter yang kutanyai tidak pernah bisa memberikan jawaban yang pasti tentang anakku. Akhirnya, aku memutuskan untuk membawanya pulang.

Hanya berselang satu hari di rumah, aku membawa Suryo ke rumah sakit lain di kota. Sampai disana, dokter menyalahkanku karena tidak segera membawanya ke rumah sakit tersebut. Suryo mengalami gizi buruk, badannya hanya 2,5 kg dan perutnya membuncit. Serangkaian tes dilakukan, dan ternyata Suryo terkena virus Toxo yang cukup parah. Bahkan hasil tes CT-Scan menunjukkan adanya pengapuran di bagian kepala Suryo. Betapa lemasnya aku…Anakku yang baru berusia 2 bulan harus mengalami ujian seberat itu…

Setelah satu bulan Suryo di rumah sakit kota tersebut, aku pun membawanya pulang. Aku sudah tidak tahan lagi dengan rumah sakit. Suryo hanya diharuskan opname, opname, dan opname. Melihat tangannya yang kecil dan kurus penuh dengan bekas tusukan jarum suntik membuatku nyeri. Andai bisa…biar aku saja yang merasakan segala kesakitan itu…

Pulang

Aku membawa Suryo pulang dengan sedikit paksaan. Saat itu, tekadku adalah mengurus Suryo sendiri, menyusuinya, dan mencari pengobatan alternatif untuk menyembuhkannya. Aku berjuang sendiri, karena memang keadaan mengharuskanku berjuang sendirian demi anakku.

Saat Suryo berusia 1 tahun, ia baru bisa memajukan tubuhnya dengan cara ngesot (merangkak dengan perut). Ia belum bisa duduk. Tubuhnya sangat lemas dan lemah, nyaris seperti orang yang tidak memiliki tulang. Aku mencari-cari berbagai pengobatan, tapi ia tak kunjung bisa duduk dan menegakkan tubuhnya.

Sampai akhirnya, aku diberitahu seorang tetanggaku untuk membawa Suryo ke pengobatan H. Juanda yang khusus menangani virus Toxo. Ada sebuncah harapan, dan aku langsung membawanya kesana. Selama 3 bulan terapi di pengobatan alternatif tersebut, Suryo sudah bisa langsung duduk dan menegakkan tubuhnya. Saat aku melakukan tes kembali, ternyata virus Toxo-nya sudah negatif. Alhamdulillah…masih ada harapan, dan selalu ada harapan…itu tekadku.

Setelah Suryo sudah bisa duduk, sebenarnya aku ingin melanjutkan lagi terapi alternatif tersebut. Tapi, lagi-lagi aku terkendala dengan biaya. Sehari-hari aku bekerja membantu tetanggaku menyetrika dan mencuci, sedikit demi sedikit aku menyimpan, untuk biaya terapi dan pengobatan Suryo lainnya.

Deaf Child…

Jika anak orang lain bisa berdiri dan berjalan di usia 1 tahun atau 1,5 tahun, Suryo baru bisa berdiri dan berjalan saat usianya hampir 3 tahun. Jika usia 2 tahun anak-anak biasanya sudah bisa memanggil ibunya, menyebut namanya sendiri, atau menyebutkan berbagai kata, anakku tidak bisa mengucapkan kata-kata apapun. Hanya suara yang keluar, tapi itu tidak berarti sebuah kata. Suryo juga tidak bisa mendengar. Nyaris tanpa respon, kecuali pada saat aku menyentuhnya dan menunjuk apa yang kumaksud tepat di matanya. Kondisi matanya sendiri tidak fokus, tidak seperti mata normal lainnya.

Keseharianku berkomunikasi dengannya seperti orang melakukan monolog. Sesekali Suryo menjerit karena frustrasi, atau mau mengikutiku mengucapkan kata-kata yang kuucapkan, tapi yang keluar hanyalah suara-suara yang tak dapat diterjemahkan.

Selama itu aku rutin membawanya terapi ke rumah sakit. Bahkan meski aku harus pergi pagi-pagi sekali setelah subuh untuk meletakkan nomor antrian dan surat-surat dari Jamkesmas dan ASKES. Aku tidak ingin menyerah. Apalagi setelah menjalani terapi selama beberapa waktu itu, Suryo cukup mengalami peningkatan.

Suryo memiliki ingatan yang kuat…

Suryo adalah anak yang tekun. Aku memberinya sebuah puzzle huruf dan angka yang harus ia susun berurutan. Dan rupanya, Suryo menyukainya. Dan ia tidak akan pernah berhenti menyusun jika belum  tepat sempurna sesuai dengan urutan A sampai Z. Bahkan jika terselip salah satunya, ia akan menjerit dan menunjuk-nunjuk untuk dicarikan salah satu huruf yang hilang tersebut.

Bahkan dengan keterbatasannya sebagai penyandang tuna rungu dan wicara, Suryo dianugerahi ingatan yang kuat. Selain bisa mengingat setiap susunan puzzle yang aku berikan, Suryo juga bisa mengingat cara penulisan setiap huruf tersebut dengan baik.

Keterbatasan kondisi ekonomiku membuatku tidak bisa memberikan fasilitas lebih padanya. Aku mengajarinya menulis dengan ranting di tanah. Dan Suryo-ku bisa mengingat bahwa ia harus menulis huruf dan angka secara urut A-Z atau 1-10. Nyaris tanpa salah. Ia tak bisa menyebutnya, tapi aku tahu ia mengerti.

Saat aku kehilangan kunci motorku, aku kebingungan mencari. Lama sekali, sudah kucari diberbagai sudut, tapi kunci itu seperti hilang entah kemana. Lalu aku menunjuk motor tuaku yang terparkir di luar. “Mana kunci?” tanyaku. Meski aku tahu Suryo tak bisa mendengar, tapi Suryo memahami isyarat. Aku menepuk bahunya dan menunjuk lubang kunci. Dan Suryo-ku mengerti. Ia berjongkok, dan mengambil kunci yang terselip diantara jeruji motor. Masya Allah…

Suryo juga sangat senang pada buku. Bahkan meski ia hanya menggumam tak jelas, tapi ia nampak nyaman membolak-balik buku dan memandangi gambar di dalamnya. Dan keinginanku untuk membuatnya bisa mendengar dan bicara menjadi semakin kuat…

Sekolah

Mencari sekolah untuk seorang anak ABK seperti Suryo tidaklah mudah. Apalagi dengan kondisi ekonomiku yang serba minim. Aku seolah berlomba dengan waktu, mencari sekolah yang tepat untuknya kesana-kemari. Tapi, belum juga kutemukan sekolah yang tepat untuknya.

Aku memang sengaja tidak memasukkannya ke SLB. Selain usianya yang sangat muda, aku juga masih menyimpan harapan bahwa Suryo akan bisa mendengar dan berbicara seperti anak lainnya. Bahkan meski tidak jelas, tidak mengapa. Aku ingin ia bisa seperti anak normal lainnya yang bisa mendengar, berbicara, dan memanggilku “ibu”…

Akhirnya aku menemukan sebuah sekolah yang tepat. Jaraknya sangat jauh, tapi bagiku itu adalah hal yang kecil. Yang kuinginkan, anakku tetap bisa maju bahkan meski ia memiliki keterbatasan. Ini belum terlambat, belum terlambat, aku yakin belum terlambat. Meskipun aku harus bersusah payah, meskipun aku harus lelah. Tidak mengapa.

Penantian alat bantu dengar…

Dua tahun yang lalu, aku bertemu dengan seorang pegawai dari Dinas Sosial yang menyandang cacat di kakinya. Saat itu, pegawai tersebut menyuruhku untuk memasukkan data untuk mendapatkan bantuan alat bantu dengar untuk Suryo dari pemerintah. Seperti embun di pagi hari, betapa senang hatiku. Kupenuhi semua persyaratannya, dan kuberikan semua surat-surat tersebut pada mbak Ratna, demikian pegawai dinas sosial tersebut kupanggil. Dan kata beliau, Suryo sudah masuk daftar tunggu.

Tapi, sudah dua tahun lebih berlalu…alat bantu dengar itu tidak kunjung datang. Bahkan tidak ada kabanya. Salah seorang tetanggaku membantuku mencari kepastian dari rekannya yang bekerja di dinas sosial tersebut. Tapi, jawaban yang kuterima sungguh aneh.

“Tidak ada nama Ratna dalam pegawai dinas sosial, bahkan tidak ada pegawai disana yang kakinya cacat. Dan di dinas sosial tidak ada program bantuan seperti itu dari pemerintah,” kata tetanggaku menirukan ucapan rekannya dari dinas sosial.

Aku terkesima. Lalu, surat-surat yang diminta 2 tahun lalu itu kemana? Dan siapa orang yang kutemui 2 tahun yang lalu itu?

Aku akan terus berusaha….

Kondisi pendengaran Suryo memang cukup parah. Hasil diagnosa dokter menunjukkan bahwa Suryo mengalami cacat pendengaran yang sangat parah. Dan ia benar-benar membutuhkan alat bantu dengar yang sesuai dengan usia dan kondisinya.

Tapi…lagi-lagi aku tertahan oleh biaya. Harga alat bantu dengar (ABD) yang cocok dengannya berkisar antara 3 juta sampai 25 juta. Uang darimana? Saat aku mencari informasi ABD yang terjangkau, ternyata ABD tersebut tidak bisa digunakan untuk anak seusia Suryo.

Tapi, aku akan terus berusaha. Memang meski berat, tapi harapan agar Suryo bisa mendengar dan berbicara masih terus ada dan akan selalu ada. Aku akan berusaha sekuat tenagaku untuk membantu anakku…

 

 

 

— Jogja, Oktober 2012 —

Seperti yang diceritakan oleh Ibu Giyanti kepada RumahBunda.Com

 

 

NOTE : Jika Anda ingin menyalurkan bantuan Anda untuk bersama-sama menggalang dana agar ananda Suryo bisa mendapatkan alat bantu dengar yang ia butuhkan, kami siap menyalurkannya. Atau Anda bisa juga menyalurkannya sendiri langsung kepada ibu Giyanti. Silakan hubungi kontak Admin Rumah Bunda untuk meminta alamat ibu Giyanti. Terimakasih. 

 

 

About bunda 566 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.