ANAKKU SERING BERTENGKAR

Semua anak pasti pernah bertengkar. Entah itu dengan saudaranya sendiri atau dengan teman-teman sepermainannya. Umumnya, anak-anak bertengkar karena adu pendapat atau masalah kepemilikan, seperti berebut mainan misalnya.

Konflik antar anak seperti ini adalah hal yang alami, natural, dan merupakan bagian dari kehidupan. Dan sebenarnya, pertengkaran tidak selalu berdampak buruk pada anak. Adanya konflik atau pertengkaran itu justru sebagai ajang bagi anak untuk belajar bagaimana menyelesaikan sebuah masalah serta bagaimana mengelola emosinya.

Tapi bagaimana kalau anak “keseringan” bertengkar?

Ketika konflik terjadi, ada sebagian anak yang bisa melewatinya dengan lancar. Dalam artian, anak ini belajar dan diajarkan beberapa keterampilan untuk mengatasi permasalahan itu. Sehingga ketika ada masalah yang sama terjadi di lain hari, anak sudah lebih siap dan percaya diri mengatasinya tanpa harus bertengkar lebih lanjut dengan saudara atau temannya.

Namun, ada juga anak yang ternyata belum bisa melewati konflik ini. Sehingga ketika masalah yang sama datang kembali, lagi-lagi ia harus melewatinya dengan pertengkaran, saling pukul, dan berujung tangis. Pusing? Iya lah, pasti. Apalagi kalau yang bertengkar adalah kakak adik yang notabene bertemu setiap saat di rumah. Pusingnya dobel, karena kita selalu ingin menjadi orangtua yang adil bagi anak-anak kita.

Untuk itu, kita perlu mencari solusi agar bertengkar ini tidak menjadi kebiasaan atau nantinya menjadi “hobi” pada anak-anak kita. Tapi, sebelum mencari solusinya, kita juga harus memetakan dulu apa saja yang biasanya menjadi penyebab atau pemicu anak sering bertengkar?

Ada banyak penyebab yang dapat menjadi pemicu pertengkaran anak-anak. Di antaranya adalah :

  1. Adu pendapat dengan saudara atau temannya, anak-anak bertahan dengan apa yang menjadi pendapatnya sendiri, tidak mau mendengarkan pendapat anak lain.
  2. Rebutan barang atau mainan. Tak jarang, ada anak yang terlalu egois atau malah belum faham tentang konsep hak milik, sehingga setiap benda yang dipegang anak lain selalu ingin dimiliki olehnya.
  3. Belum atau kurangnya keterampilan dalam mengelola emosi. Biasanya ini terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun.
  4. Cemburu, iri, atau jengkel dengan apa yang dimiliki saudara atau temannya sementara anak tidak memilikinya.
  5. Merasa diperlakukan dengan tidak adil oleh orangtua. Misalnya, kakak terus menerus disuruh mengalah sementara haknya jarang diberikan.
  6. Anak-anak meniru apa yang ia lihat, misalnya jika di lingkungan terdekatnya ia sering melihat orang dewasa sering ribut atau bertengkar.
  7. Pembawaan anak yang mudah marah atau senang memonopoli permainan. Atau anak yang terlalu kompetitif sehingga merasa takut jika dikalahkan oleh anak lain.

Bagaimana mengatasinya?

Pertama, dari sisi orangtua, orangtua perlu menahan diri untuk menjadi penengah masalah. Berikan dulu kesempatan pada anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, dengan catatan ini untuk masalah ringan ya. Anak-anak beda lho, dengan orang dewasa. Seringkali mereka sekarang bertengkar, semenit kemudian akur lagi. Jadi, slowdown saja, tak perlu ikutan baper.

Kalaupun kita perlu turun tangan, peran kita adalah untuk menemukan solusi, bukan mencari benar salah. Kita bisa menjadi penengah saat anak-anak mencari kesepakatan bersama, seperti membuat beberapa perjanjian atau menemukan bagaimana cara yang nyaman bagi mereka untuk mengungkapkan isi hati mereka satu sama lain. Dan jangan lupa, kita harus siap untuk selalu menjadi pendengar bagi mereka.

Kedua, buat aturan atau perjanjian dengan anak bahwa di rumah ini tidak ada teriakan. Ini perlu, dan setiap anggota harus menyepakatinya. Jadi, di saat situasi memanas dan berubah tegang, dan ada anggota keluarga yang hendak berteriak-teriak, maka yang lainnya segera memberi tanda berhenti.

Ketiga, bantu anak untuk belajar menghargai saudara atau temannya. Ajarkan bahwa setiap mereka pasti memiliki kesukaan masing-masing yang tidak boleh dipaksakan. Kalau perlu, cobalah untuk membuatnya berpikir dari sudut pandang orang lain. Misalnya, mengganti “bagaimana perasaanmu?” dengan “jika kamu jadi kakak, bagaimana perasaanmu jika mainanmu direbut?”.

Dari sisi orangtua juga perlu, lho. Yaitu dengan tidak membanding-bandingkan satu anak dengan anak lain yang itu berpotensi untuk tidak ada penghargaan terhadap saudaranya, atau malah memperuncing rasa iri dan cemburu antar anak. Ingat, setiap anak kita memiliki hak yang sama akan cinta dan kasih sayang kita.

Keempat, selalu sediakan waktu khusus untuk bicara dengan putra-putri Anda di rumah, untuk membicarakan cara-cara yang tepat yang dapat dilakukan saat mereka terlibat pertengkaran. Anak-anak butuh untuk selalu diingatkan dan dimotivasi terus menerus agar tertanam dengan baik dalam memori mereka.

Kita bisa mengajarkan mereka keterampilan mengelola kemarahan tanpa menyakiti satu sama lain, seperti misalnya menyampaikan kemarahan mereka dengan menulis surat, menggambar, atau mengungkapkannya langsung tanpa ada tindakan agresif seperti memukul, menendang, dan mencakar. Dan mendampingi mereka saat mengungkapkan perasaan mereka tersebut.

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.