BERTANGGUNGJAWAB TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

Ketika kita memutuskan untuk memasukkan anak ke sekolah, maka saat memilih sekolah, ada baiknya kita mengukur diri terlebih dahulu. Ukur kemampuan anak, ukur kemampuan membiayai, ukur kemampuan untuk mengantar jemput anak sekolah bila jaraknya jauh, ukur kesiapan diri dengan segala konsekuensi yang harus ditanggung.

Bu, menyekolahkan anak itu bukan berarti kita sebagai orangtua bisa lepas tangan dan meninggalkan semua tanggungjawab pendidikan anak pada gurunya. Tanggungjawab pendidikan yang utama ya ada di tangan kita, orangtuanya. Orangtua dan guru harus saling bekerja sama, tapi porsi orangtua jauh lebih besar daripada gurunya anak.

Bu, ingatlah, setiap sekolah itu punya aturan dan tata tertib masing-masing. Bila kita sudah memutuskan untuk memasukkan anak ke sekolah tersebut, siaplah dengan aturan yang berlaku disana.

Sebelum anak berangkat sekolah, persiapkan segala kebutuhannya. Pastikan anak sudah sarapan atau minimal membawa bekalnya sendiri untuk dimakan di sekolah. Pastikan anak memakai pakaian yang layak untuk pergi ke sekolah. Tak harus mahal, dan jangan sampai memakai pakaian yang bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Tapi, pakaikanlah pakaian yang rapi, yang bersih, yang tidak sobek-sobek, yang tidak membuatnya diejek oleh teman-temannya. Penampilan anak Anda, adalah cermin bagaimana Anda mengurusnya.

Bertahun-tahun lalu, saya memiliki seorang murid yang -menurut saya- kehidupan masa kecilnya sungguh membuat miris.
Ia berangkat hampir selalu paling pagi, lebih pagi daripada saya. Ditinggalkan ayahnya di gerbang sekolah, menunggu guru pertama yang datang. Pernah beberapa kali ia datang jam 6 pagi, dan itu artinya saya baru berangkat dari rumah. Mirisnya, anak ini hampir tidak pernah mendapatkan sarapan. Seringkali, anak ini meminta kue atau bekal sarapan yang saya bawa. Atau saat makan siang, anak ini meminta porsi 3 kali lebih banyak daripada porsi teman-temannya yang lain. Lebih miris lagi, anak ini sering memakai pakaian yang -maaf- beraroma kurang sedap. Ternyata, untuk urusan mencuci bajunya, ia sendiri yang harus melakukan. Astaghfirullaah…Padahal umurnya baru 5 tahun kala itu.
Tak mengerti apa yang ada dalam pikiran orangtuanya. Tapi, yang jelas…ini adalah contoh kelalaian dan tidak bertanggungjawabnya orangtua terhadap anaknya.

Contoh lain lagi adalah sikap menyepelekan orangtua terhadap tugas guru. Ketahuilah, Bu, setiap guru itu punya kegiatan dan tanggungjawabnya masing-masing selepas mengajar. Jika sudah waktunya menjemput anak, maka bersegeralah. Pastikan saat anak keluar dari kelasnya, orangtua sudah menunggu di depan. Jangan sampai anak menunggu terlalu lama. Kecuali bila memang benar-benar ada uzur.
Jika jarak antara rumah dan sekolah jauh, maka ukurlah waktu Anda. Itu berarti harus lebih awal berangkat dari rumah agar bisa segera sampai di sekolah. Jalanan macet, keasyikan di dapur, ketiduran, sibuk ngurus anak yang lebih kecil, sesungguhnya itu bukan alasan untuk boleh terlambat menjemput anak.
Bu, guru anak Anda juga punya kesibukan lain, lho. Terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Jangan sepelekan tanggungjawab mereka. Kecuali, jika Anda berani membayar lebih atas keterlambatan Anda menjemput anak Anda.

Komunikasikan secara teratur perkembangan anak Anda dengan gurunya. Anda harus peduli, dan harus mau tahu. Anak Anda bisa apa, anak Anda terlibat dalam kegiatan apa, bagaimana harinya di sekolah, apakah dia bahagia di sekolahnya, bagaimana sosialisasinya dengan teman-temannya, Anda harus tahu.
Ketika mengajar di sebuah SMP, ada salah seorang murid saya yang kala itu kelas 2 SMP dan belum bisa bacaan shalat. Tahu-tahu, orangtuanya memprotes dan menyalahkan gurunya. Terutama saya, karena saat itu saya yang menjadi penanggungjawab asrama dan pelajaran agama. Padahal kala itu saya baru mengajar 3 bulan di sekolah tersebut.
Wow…kelas 2 SMP belum bisa bacaan shalat, dan itu salah guru? Akhirnya saya balik bertanya, apa yang dilakukan orangtuanya selama ini…Mengajarkan shalat itu yang pertama dan utama itu tanggungjawab orangtua, bukan guru! Guru bersifat memperbaiki, mengarahkan untuk lebih baik lagi. Tapi sekian tahun dan baru ketahuan? Siapa yang sebenarnya layak disalahkan?

Ada satu tips saat hendak memasukkan anak ke sekolah. Sebagai orangtua, kita tidak boleh malas mencari sekolah yang terbaik untuk anak-anak kita. Ada baiknya kita survey ke beberapa sekolah sambil membawa anak ke sana. Biarkan anak melihat dan menilai calon sekolahnya. Bila perlu, ajak anak berkenalan dengan calon gurunya. Lalu biarkan anak memilih sekolah yang ia harapkan. Anak-anak juga punya hak lho, memilih sekolah dan guru yang ia sukai.

Jadi, begitulah. Intinya…Mari kita bertanggungjawab dan lebih bertanggungjawab lagi sebagai orangtua.

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.