DILEMA IBU BEKERJA

Suatu ketika, dalam kunjungan saya ke rumah salah seorang kerabat saya di luar kota, saya bertemu dengan seorang batita putri berusia 20 bulan. Sekitar 9 bulan lebih muda dari putri saya Alifa saat itu. Dea, sebut saja demikian, terlihat sayu, pendiam, dan sangat pasif. Sangat berkebalikan dengan putri saya yang aktif dan ceria, yang sering kali tidak bisa diam dan banyak ingin tahu itu. Saya mengajak Dea untuk mau bermain bersama Alifa, namun rupanya gadis kecil yang sebenarnya manis ini lebih suka duduk di pangkuan saya dan menggenggam tangan saya.

Sebenarnya, tidak layak bagi saya untuk membanding-bandingkan putri saya dengan anak orang lain. Tapi, secara refleks, saya melihat bahwa Dea sangat tidak umum bagi anak seusianya. Anak ini minim bicara, bahkan banyak sekali kata mendasar yang seharusnya dikuasai anak seusianya, yang belum mampu diucapkan dengan benar. Saya hanya mendengar ujung akhir setiap kata saja, seperti “cak” untuk cicak, atau “da” untuk bunda, atau “mam” untuk makan. Tak jarang, Dea seperti memandang kosong dan hanya suka dengan sentuhan. Saat makan pun, Dea hanya bisa makan bubur berkuah atau paling kasar kentang goreng. Saat Alifa datang dan nyaris menghabiskan kentang goreng miliknya, Dea hanya diam saja.

Saya mencoba mencari tahu, termasuk sharing dengan orangtua Dea. Dan saat itulah, saya tahu bahwa Dea sangat membutuhkan perhatian, karena kedua orangtuanya sibuk bekerja dan keseharian Dea diasuh oleh babysitter. Dan yang lebih membuat miris adalah, karena mereka hidup di ibu kota, orangtuanya bekerja sejak pagi-pagi hingga malam hari, membuat Dea nyaris tak tersentuh dengan perhatian ibunya.

Saya tentunya tidak bisa melarang atau menghujat setiap ibu yang bekerja di luar rumah. Karena pada kenyataannya, perkembangan dan kebutuhan ekonomi saat ini menjadi faktor yang paling banyak mendorong para wanita untuk pergi keluar untuk bekerja berbaur bersama dengan pria. Mencari nafkah kini bukan lagi hanya tugas ayah, tapi juga ibu. Atau bahkan meski ayah sudah mencoba memenuhi kebutuhan keluarga, ibu tetap ingin bekerja dengan tujuan dan alasan untuk memanfaatkan ilmu atau mengembangkan karir.

Bagi seorang ibu single parent, misalnya. Saat tak ada lagi suami yang membantu menopang kehidupan, tentunya bekerja di luar rumah menjadi pilihan agar kelangsungan hidup tetap terjaga. Ya, kita semua memahami, sekaligus menyesali bahwa kebutuhan hidup semakin tinggi harganya, anak-anak harus tetap bisa makan dan bersekolah. Bila tak ada siapapun yang bertanggungjawab atas nafkah mereka, maka ibulah yang akan memperjuangkannya dengan cara apapun.

Umumnya, pilihan utama bila kedua orangtua bekerja di luar rumah adalah dengan menitipkan anak pada kakek dan nenek atau kerabat yang terdekat. Atau bila memiliki keuangan lebih, akan menyewa jasa babysitter atau menitipkannya di tempat penitipan anak. Tapi, tentu saja, setiap pilihan memiliki resiko dan kita tetap harus bertanggungjawab.

Menitipkan anak pada nenek atau kerabat bukan berarti tidak memiliki resiko. Memang, kita akan cenderung lebih nyaman dan tenang karena anak diasuh oleh orangtua atau saudara sendiri. Tapi, tetap saja ada konsekuensinya. Pola asuh kakek nenek yang cenderung memanjakan anak bisa berakibat buruk pada perkembangan kepribadiannya. Mengapa? Karena umumnya, posisi kakek dan nenek bagi cucunya adalah sebagai “penggembira” dimana mereka akan senang bila cucunya senang. Terlebih karena faktor usia yang juga sudah lelah mengurus anak, kakek nenek akan cenderung memberikan pembebasan bagi anak. Sedikit sekali kakek dan nenek yang masih mempertahankan pola asuh yang tepat untuk cucu-cucunya. Resiko umumnya, anak-anak menjadi manja dan lebih egois.

Sedangkan menitipkan anak pada babysitter atau tempat penitipan anak juga memiliki resiko lain yang -sering kali- lebih buruk. Misalnya saja, babysitter yang kurang bertanggungjawab, tidak telaten, tidak sabaran, atau sering membentak-bentak anak saat tak ada orangtuanya di rumah. Di jaman sekarang ini, sangat sulit menemukan babysitter yang benar-benar bisa mengasuh anak-anak dengan baik. Terlalu muda, biasanya cenderung tidak telaten dan diam-diam membawa pacar ke rumah. Terlalu tua, biasanya cenderung cerewet dan terlalu mengatur sehingga sulit diarahkan untuk mengasuh dengan  pola asuh kita. Penitipan anak? Kalau bisa mencari tempat penitipan yang benar-benar didukung dengan para pengasuh yang kompeten tentu baik. Tapi, apa bisa semua begitu?

Idealnya, pengasuhan anak memang merupakan tanggungjawab ibu pada khususnya dan orangtua pada umumnya. Karena sebagai orangtua, kita punya metode sendiri, kita punya idealisme sendiri dalam mengasuh dan mendidik anak-anak. Dan yang terpenting adalah bahwa setiap anak selalu ingin ibunya yang mengasuh dan mendidik mereka. Ikatan antara ibu dan anak telah terbentuk sejak dalam kandungan, kemudian diperkuat dengan pemberian ASI, kasih sayang, dan kehangatan cinta seorang ibu. Meski tidak menutup kemungkinan seorang ibu pun juga manusia biasa yang bisa lupa dan salah. Tak jarang ibu juga memiliki sifat-sifat yang kurang baik, terlampau cuek, dan tidak peka pendidikan anak.

Karena itulah, pada dasarnya semua kembali kepada masing-masing dari kita. Jika kita memilih untuk berkarir di rumah, maka kita pun harus belajar untuk memperbaiki diri, agar sifat dan sikap buruk yang ada pada diri kita jangan sampai dicontoh oleh anak-anak. Kita harus membekali diri kita dengan ilmu, mau belajar terus, dan mau bersabar dalam mengasuh dan mendidik anak. Itu jika kita peduli bahwa sebaik-baik pengasuhan dan pendidikan anak adalah ibunya, ibu yang baik pada khususnya.

Namun bila kita memilih untuk tetap berkarir di luar, silakan saja, tapi tetaplah tegar dalam menghadapi konsekuensinya. Bertanggungjawab pada anak bukan hanya memberinya segala benda atau harta yang berlimpah. Namun, peduli untuk memperhatikan pendidikan yg terbaik, peduli untuk menyediakan waktu khusus untuknya setiap hari, peduli untuk mau memberinya perhatian di sela waktu bekerja, peduli untuk mau mendengarkannya saat ia ingin bersama Anda. Kondisi Anda, siapapun Anda dan bagaimanapun Anda, hanya Tuhan dan Anda yang benar-benar tahu. Orang lain hanya melihat dari luar saja, menilai sebatas apa yang nampak dari sudut pandang pribadi. Tapi, Andalah yang paling mengenal diri Anda.

Jika menjadi sebuah keharusan bagi Anda untuk meninggalkan anak bersama dengan pengasuhnya, maka hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mencari pengasuh yang tepat dan mengkondisikan agar pengasuh tersebut betah bekerja bersama Anda. Kedua, sejajarkan pola asuh, ungkapkan bahwa beginilah Anda ingin anak Anda diasuh, kemudian berikan kepercayaan. Ketiga, luangkan waktu khusus setiap harinya untuk bersama anak-anak Anda, agar mereka tidak merasa kehilangan Anda, atau merasa tidak dicintai oleh Anda. Berikan waktu yang berkualitas untuknya. Keempat, jangan pernah melimpahkan kesalahan sepenuhnya pada pengasuh atau sekolah tempatnya dititipkan. Tapi, bekerjasamalah dengan bijak.

Setiap anak memang seharusnya diasuh dan dididik oleh ibu kandungnya sendiri. Tapi, anak yang diasuh oleh ibu angkat, ibu tiri, babysitter, nenek, ataupun kerabat lain juga memiliki peluang yang sama untuk pendapatkan pengasuhan dengan cinta. Semuanya kembali kepada pribadi masing-masing pengasuh dan pendidik tersebut.

 

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.