MEREDAM KONFLIK PASUTRI

Dalam bayangan anak muda, yang namanya menikah itu semua serba indah dan menyenangkan. Dunia serasa milik berdua saja, penuh cinta, penuh tawa, penuh kesenangan, bisa berbagi berdua, bisa melakukan apa saja berdua, dsb. Dan kalau sudah begitu, rasanya yang lain ngontrak!

Tapi, benarkah begitu? Benarkah pernikahan hanya berisi segala yang indah saja? Ternyata tidak. Awalnya saja, memang indah. Yah, namanya pengantin baru. Masih banyak jaimnya, masih bergelora dengan cintanya, masih ingin menikmati kebersamaan setelah penantian yang cukup panjang. Tapi, lambat laun, apakah semuanya masih bisa ditutup-tutupi?

Pernikahan itu melibatkan 2 kepala yang berbeda. Pastilah isinya berbeda juga. Karakter, latar belakang, budaya, semua juga tidak sama persis. Perbedaan itulah, jika ada pemicunya, maka akan timbul konflik dalam sebuah rumah tangga.

Berikut ada 9 hal yang paling banyak memicu konflik dalam rumah tangga:

1. Egois. Ego paling besar biasanya muncul dari pria. Mereka cenderung ingin selalu menang sendiri, kurang menghargai pasangan, dan selalu merasa paling benar. Jika tidak diredam, ego yang tinggi bisa memicu konflik yang besar di antara pasutri.

2. Tempramental. Keadaan emosi seseorang yang labil bisa menjadi pemicu terjadinya perang besar dalam rumah tangga. Pria yang kasar dan suka memukul, misalnya. Sedikit-sedikit marah dan membanting semua barang. Ditambah lagi dengan bicara yang kasar dan dengan nada tinggi. Tentu saja akan membuat pasangannya malu. Meski tentu saja, tempramental juga dimiliki oleh sebagian wanita.

3. Masalah “ranjang”. Meski urusan ranjang bukanlah tujuan utama dari suatu pernikahan, namun hal tersebut adalah elemen penting dalam kehidupan pasutri. Jika ada salah satu yang tidak terpenuhi kepuasannya, ini bisa merembet ke hal-hal yang lain. Akibatnya, ada yang merasa tidak dicintai, ada yang merasa tidak bisa memuaskan pasangannya, dan ujung-ujungnya konflik.

4. Hadirnya orang ketiga. Orang ketiga disini bukan hanya PIL atau WIL. Tapi, bisa juga orangtua, mertua, atau saudara. Keterlibatan orang ketiga dalam rumah tangga, tentu saja sangat tidak sehat bagi kehidupan suami istri. Mana enak, jika semua urusan intern rumah tangga dicampuri orang lain?

5. Tidak jujur. Ternyata, dalam sebuah pernikahan, cinta saja tidak cukup untuk menjadi pondasi utuhnya kehidupan berumahtangga. Dibutuhkan pula rasa saling percaya antara suami-istri. Ketidakjujuran bisa merusak kepercayaan antara suami istri. Karena, ketidakjujuran satu kali akan memicu kemungkinan pelakunya untuk melakukan kebohongan yang lain.

6. Tidak menghargai. Bagaimanapun, setiap orang tentu ingin dihargai oleh orang lain. Terlebih oleh pasangannya sendiri. Tidak ada orang yang suka kekurangannya dibeberkan kepada orang lain. Yang seharusnya menutupi kekurangan tersebut ya pastilah pasangannya. Jika di antara suami istri tidak ada rasa saling menghargai ini, maka bisa dipastikan konflik akan semakin menyala-nyala.

7. Kurangnya komunikasi. Setiap permasalahan dalam rumah tangga tentunya harus dikomunikasikan dengan pasangannya terlebih dahulu. Tapi, jika komunikasi ini kurang, maka akan terjadi ketimpangan dalam rumah tangga. Bisa memicu salah satu pihak merasa tidak dihargai, atau kesalahpahaman yang terjadi terus menerus.

8. Kurangnya kepekaan. Peka bukan hanya sifat seorang wanita. Tapi, juga dimiliki laki-laki. Tidak jarang pula wanita justru kurang peka terhadap pasangannya. Nah, sikap kurang peka, cuek, tidak mau mendengarkan pasangan, ini dapat menimbulkan kekecewaan terhadap pasangan. Akhirnya, keharmonisan pun tidak tercipta.

9. Masalah ekonomi. Kehidupan perekonomian yang karut marut bisa menjadi kunci penting dari hilangnya keharmonisan rumah tangga. Apalagi jika tidak dilandasi rasa syukur. Semuanya akan terasa kurang. Biasanya, wanita akan menjadi banyak menuntut pada suaminya. Mereka akan sangat-sangat tidak puas dan gampang mengeluh jika kebutuhan harian tidak terpenuhi. Ujung-ujungnya, konflik pun memanas!

Nah, setelah mengetahui apa-apa saja yang dapat menimbulkan konflik, bagaimana cara meredamnya?

Saling menerima. Setiap orang tentu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tujuan pernikahan salah satunya adalah untuk saling melengkapi. Kalau hanya ingin kelebihannya saja yang diterima, yah, sebaiknya jangan bermimpi untuk menikah. Karena tidak akan ada manusia yang isinya hanya kelebihan saja.

Saling memahami. Setelah kita bisa menerima pasangan dengan apa adanya dan “ada apanya” dia, maka belajarlah untuk saling memahami satu sama lain. Jika sudah tahu suami tidak suka dicereweti, maka jangan terlalu banyak bicara dan mendiktenya. Jika sudah tahu istri manja dan selalu ingin diperhatikan, maka belajarlah untuk lebih peka dan sering-seringlah memperhatikannya.

Bersama mencari jalan keluar. Setelah saling menerima pasangan masing-masing, kemudian tumbuh rasa saling pengertian, maka berkomitmenlah untuk selalu mencari jalan keluar dari setiap permasalahan bersama-sama. Dua kepala tentu lebih baik daripada satu kepala, bukan? Nah, bijak-bijaklah dalam mencari solusi bersama.

Perbaiki komunikasi. Memiliki pasangan yang pasif dan pendiam bukan berarti Anda tidak bisa berkomunikasi dengannya. Memperbaiki komunikasi disini berarti adanya keterbukaan antara suami istri, kejujuran, dan rasa saling percaya. Komunikasi yang baik, akan membantu Anda dan pasangan Anda menyelesaikan setiap konflik yang ada.

Pertahankan dan pupuklah cinta Anda. Jangan berfikir bahwa cinta itu akan abadi dan selamanya ada. Cinta, ibarat bunga, jika tidak disiram dan disemai tentu akan layu, kering, dan akhirnya mati. Begitulah cinta. Ia bisa hilang oleh waktu. Karena itu, jagalah cinta Anda terhadap pasangan. Caranya? Dengan memahaminya, menerima setiap kekurangannya, jujur terhadapnya, mempercayainya, dan berdamai dengan masa lalunya.

Bekerjalah lebih keras lalu syukurilah. Masalah ekonomi yang sering menjadi pemicu konflik itu harus segera di atasi. Bekerjalah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga Anda. Jika memungkinkan, istri bisa saja membantu suaminya. Yang terpenting, peliharalah rasa syukur.

Perbaiki kualitas hubungan intim. Jika Anda memiliki permasalahan dalam hubungan intim, maka bicarakan hal ini dengan pasangan Anda. Lalu bersama-sama Anda mencari solusi terbaik agar kebutuhan yang satu ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Konsultasikan dengan dokter ahli untuk memecahkan permasalahan Anda.

Nah, bagaimana? Anda siap mengarungi kehidupan bersama dengan lebih baik? Tentu!!

 

Gambar : Rumah Bunda

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.