MENGENAL PERILAKU AGRESIF PADA ANAK USIA DINI

Salah satu bentuk emosi negatif anak adalah marah yang diekspresikan dengan tindakan agresi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda. Sedangkan agresif umumnya merujuk pada perilakunya. Maka dapat dikatakan bahwa agresivitas adalah perilaku memusuhi atau ancaman permusuhan yang dieskpresikan berupa penyerangan secara verbal mupun fisik terhadap pihak lain. Secara umum, perilaku agresif ini muncul karena kegagalan seorang anak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya sehingga timbul luapan emosi berupa rasa kecewa dan atau marah yang diekspresikan dalam bentuk verbal dan nonverbal.

Anak-anak dengan perilaku agresif umumnya mudah dikenali dengan tindakan menyerang dengan tujuan menyakiti baik itu secara fisik seperti memukul, menendang, dan menggigit, atau verbal seperti berteriak marah, mengancam, dan mencemooh. Mereka akan menggunakan segala cara untuk membuat teman atau orang lain menyerah dengan tidak menyisakan ruang untuk kompromi.

Akan tetapi, perilaku agresif ternyata tidak hanya pada tindakan yang frontal semacam itu saja. Ada yang disebut dengan perilaku agresif yang pasif, di mana seorang anak akan menampakkan sikap datar atau biasa saja, akan tetapi di dalam dirinya menyimpan kemarahan dan ketidaksenangan terhadap sesuatu. Perilaku agresif pasif ini dapat dilihat pada tindakan sederhana seperti menolak menanggapi permintaan orang lain, atau menolak menjawab pertanyaan dari lawan bicara.

Perilaku agresif juga bersifat fleksibel dan dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk tindakan seperti humor yang merendahkan, sarkasme, menggoda, bergosip, tatapan merendahkan atau menghina, dan menikmati penderitaan orang lain.

Ada dua kategori dalam tindakan agresi menurut Shaffer, yaitu agresi bermusuhan (hostile aggression) dan agresi instrumental (instrumental aggression). Jika seorang pelaku bertujuan untuk menyakiti atau melukai korban baik itu secara fisik maupun psikologis atau bisa juga menghancurkan propertinya, maka tindakan tersebut memenuhi syarat sebagai agresi bermusuhan. Namun, jika seorang pelaku membahayakan orang lain sebagai sarana untuk mendapatkan tujuannya yang lain, itulah agresi instrumental. Contoh agresi kedua ini seperti pada tindakan seorang anak menjatuhkan temannya untuk merebut mainan yang dipegang teman tersebut. Contoh lain, ketika seorang anak memukul temannya atau menggoda karena temannya itu menangis, maka bisa dikatakan anak tersebut melakukan tindakan agresi bermusuhan. Tapi ketika tindakan itu juga disertai dengan mengambil milik temannya, maka tindakan tersebut dapat diberikan label agresi instrumental.

Pertanyaan yang sering diajukan adalah: kapan agresi itu mulai muncul? Meskipun bayi juga dapat marah dan “menyerang” orang lain, cukup sulit untuk mengatakan bahwa tindakan bayi tersebut merupakan tindakan agresi atau minimal memiliki niat agresif. Misalnya, bayi yang memukul atau menyingkirkan tangan orang tuanya dari benda yang menarik perhatiannya. Bayi tersebut memukul bukan karena ingin menyerang, tetapi ingin menyingkirkan rintangan. Akan tetapi, pendapat lain menurut Caplan dalam Shaffer, anak-anak pada usia 1 tahun bisa saja melakukan tindakan penyerangan untuk mengalahkan anak lain yang sedang memegang mainan yang diinginkannya. Bahkan meski ada mainan serupa yang disediakan untuknya, anak tersebut akan mengabaikan dan tetap merebut mainan yang dipegang anak lain. Hal ini tentu saja memperjelas bahwa dalam pertikaian ini, para intimidator memperlakukan anak lainnya sebagai musuh, bukan sebagai penghalang yang ditemukannya. Dan ini berarti bahwa benih-benih agresi instrumental bisa dimulai sejak akhir tahun pertama seorang anak. Dan apabila dilihat dari kacamata teori psikososial Erikson, anak usia 1 tahun memang sudah mulai mencari otonomi mereka. Yang akibatnya adalah mereka mengerahkan kehendak mereka terhadap cara-cara yang membawa mereka ke dalam konflik dengan teman-teman mereka.

Beberapa fakta terkait dengan perilaku agresif pada anak usia dini:

  1. Amukan kemarahan yang tidak fokus berkurang selama periode prasekolah dan semakin jarang terjadi pada usia 4 tahun.
  2. Perilaku agresif memuncak pada usia 3 tahun dan secara bertahap menurun selama periode prasekolah, tapi provokasi meningkat secara dramatis setelah usia 3 tahun.
  3. Setidaknya ada dua cara agresi berubah seiring bertambahnya usia. Anak usia 2 dan 3 tahun cenderung menabrak, menggigit, atau menendang orang yang dianggap musuhnya. Sebagian besar pertengkaran ini menyangkut mainan dan barang-barang lainnya, sehingga agresi mereka ini cenderung instrumental. Anak-anak prasekolah yang lebih tua akan semakin jarang melakukan agresi fisik, melainkan menggantinya dengan agresi yang verbal seperti mengejek dan mengadu.

Anak-anak yang usianya lebih tua lebih jarang melakukan tindakan agresi dikarenakan anak-anak yang lebih tua usianya sudah lebih baik dalam mengatur kemarahan dan emosi negatif lainnya. Selain itu, keterampilan berbahasa mereka juga sudah memungkinkan mereka untuk mengkomunikasikan kebutuhan atau perasaan mereka dengan baik, alih-alih melakukan tindakan penyerangan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aulya dkk menyebutkan bahwa gender berpengaruh terhadap agresivitas. Dalam laporan penelitiannya dideskripsikan bahwa anak laki-laki cenderung berperilaku agresif dan melakukan tindakan agresi mereka secara fisik, verbal, serta merusak benda. Sementara anak perempuan lebih menunjukkan perilaku kurang agresif. Faktor penentunya adalah karena anak laki-laki lebih sulit mengendalikan emosinya daripada anak perempuan.

Ditulis sebagai salah satu tugas di mata kuliah Psikologi Pendidikan Islam, MIAI UII 2019/2020.

Daftar Pustaka:

Arriani, Farah., 2014, “Perilaku Agresif Anak Usia Dini”, Jurnal Pendidikan Usia Dini Volume 8 Edisi 2, November 2014, dikutip dari http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpud/article/view/3589, diakses pada tanggal 24 Januari 2020.

Aulya, Annisa., 2016, “Perbedaan Perilaku Agresif Siswa Laki-Laki dan Siswa Perempuan”, Jurnal Educatio, diakses pada tanggal 3 Februari 2020, DOI: http://dx.doi.org/10.29210/12016239.

Muis, Saludin., 2017, Memahami Pembentukan Kepribadian Anda: Permasalahan dan Reaksi Terhadap Suatu Pengalaman, Yogyakarta: Psikosain.

Shaffer, David R., 2009, Social and Personality Development Sixth Edition, California: Wadsworth Cengage Learning.

Stein, Steven J., Howard E. Book., 2002, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, Bandung: Penerbit Kaifa.

Zulaiha, dkk., 2019, “Analisis Faktor Penyebab Perilaku Agresif Pada Siswa”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 4 Nomor 1 Tahun 2019, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.